Materi Kemuhammdiyahan Kelas 4 - IPM
SEJARAH IPM
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM)
berdiri 18 Juli 1961, hampir setengah abad setelah Muhammadiyah berdiri. Namun
demikian, latar belakang berdirinya IPM tidak terlepas kaitannya dengan latar
belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi
mungkar yang ingin metakukan pemurnian terhadap pengamalan ajaran Islam,
sekaligus sebagai salah satu konsekuensi dari banyaknya sekolah yang merupakan
amal usaha Muhammadiyah untuk membina dan mendidik kader. Oleh karena itulah
dirasakan perlu hadirnya Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai organisasi para
pelajar yang terpanggit kepada misi Muhammadiyah dan ingin tampil sebagai
pelopor, pelangsung penyempurna perjuangan Muhammadiyah.
Jika dilacak jauh ke belakang, sebenarnya
upaya para pelajar Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi pelajar
Muhammadiyah sudah dimulai jauh sebelum lkatan Pelajar Muhammadiyah berdiri
pada tahun 1961. Pada tahun 1919 didirikan Siswo
Projo yang merupakan organisasi persatuan pelajar Muhammadiyah di Madrasah
Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada tahun 1926, di Malang dan Surakarta
berdiri GKPM (Gabungan Keluarga Pelajar Muhammadiyah). Selanjutnya pada tahun
1933 berdiri Hizbul Wathan yang di dalamnya berkumpul pelajar-pelajar
Muhammadiyah.
Setelah tahun 1947, berdirinya
kantong-kantong pelajar Muhammadiyah untuk beraktivitas mulai mendapatkan
resistensi dari berbagai pihak, termasuk dari Muhammadiyah sendiri. Pada tahun
1950, di Sulawesi (di daerah Wajo) didirikan Ikatan Pelajar Muhammadiyah, namun
akhirnya dibubarkan oleh pimpinan Muhammadiyah setempat. Pada tahun 1954, di
Yogyakarta berdiri GKPM yang berumur 2 bulan karena dibubarkan oleh
Muhammadiyah. Selanjutnya pada tahun 1956 GKPM kembali didirikan di Yogyakarta,
tetapi dibubarkan juga oleh Muhammadiyah (yaitu Majetis Pendidikan dan
Pengajaran Muhammadiyah).
Setelah
GKPM dibubarkan, pada tahun 1956 didirikan Uni SMA Muhammadiyah yang kemudian
merencanakan akan mengadakan musyawarah se-Jawa Tengah. Akan tetapi, upaya ini
mendapat tantangan dari Muhammadiyah, bahkan para aktifisnya diancam akan
dikeluarkan dari sekolah Muhammadiyah bila tetap akan meneruskan rencananya.
Pada tahun 1957 juga berdiri IPSM (Ikatan Pelajar Sekolah Muhammadiyah) di
Surakarta, yang juga mendapatkan resistensi dari Muhammadiyah sendiri.
Resistensi dari berbagai pihak, termasuk
Muhammadiyah sendiri, terhadap upaya mendirikan wadah atau organisasi bagi
pelajar Muhammadiyah sebenarnya merupakan refleksi sejarah dan politik di
Indonesia yang terjadi pada awal gagasan ini digulirkan. Jika merentang sejarah
yang lebih luas, berdirinya IPM tidak terlepas kaitannya dengan sebuah
background politik ummat Islam secara keseluruhan. Ketika Partai Islam MASYUMI
berdiri, organisasi-organisasi Islam di Indonesia merapatkan sebuah barisan
dengan membuat sebuah deklarasi (yang kemudian terkenal dengan Deklarasi Panca
Cita) yang berisikan tentang satu kesatuan ummat Islam, bahwa ummat Islam
bersatu dalam satu partai Islam, yaitu Masyumi; satu gerakan mahasiswa Islam,
yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI); satu gerakan pemuda Islam, yaitu Gerakan
Pemuda Islam Indonesia (GPll); satu gerakan pelajar Islam, yaitu Pelajar Islam
Indonesia (Pll); dan satu Kepanduan Islam, yaitu Pandu Islam (PI). Ternyata,
kesepakatan bulat organisasi-organisasi Islam ini tidak dapat bertahan lama,
karena pada tahun 1948 PSll keluar dari Masyumi yang kemudian diikuti oleh NU
yang keluar pada tahun 1952.
Muhammadiyah
tetap bertahan di dalam Masyumi sampai Masyumi membubarkan diri pada tahun
1959. Bertahannya Muhammadiyah dalam Masyumi pada akhirnya menjadi mainstream
yang kuat bahwa deklarasi Panca Cita
hendaknya ditegakkan demi kesatuan ummat Islam Indonesia. Selain itu,
resistensi justru dari Muhammadiyah terhadap gagasan IPM juga disebabkan adanya
anggapan yang merasa cukup dengan adanya kantong- kantong angkatan muda
Muhammadiyah, seperti Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atut 'Aisyiyah, yang pada
waktu itu cukup bisa mengakomodasikan
kepentingan para pelajar Muhammadiyah.
Dengan kegigihan dan kemantapan para aktifis
pelajar Muhammadiyah pada waktu itu untuk membentuk organisasi kader
Muhammadiyah di kalangan pelajar akhirnya mulai didapat titik-titik terang
danmulai muncul gejala-gejala keberhasilannya, yaitu ketika pada tahun 1958
Konferensi Pemuda Muhammadiyah Daerah di Garut berusaha melindungi aktifitas
para pelajar Muhammadiyah di bawah pengawasan Pemuda Muhammadiyah. Mulai saat
itulah upaya pendirian organisasi pelajar Muhammadiyah dilakukan dengan serius,
intensif, dan sistematis. Pembicaraan- pembicaraan mengenai perlunya berdiri
organisai pelajar Muhammadiyah banyak dilakukan oleh Pimpinan Pusat Pemuda
Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Berdasar
keputusan Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Garut tersebut yang diperkuat pada
Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke-2 pada tanggal 24-28 Juli 1960 di Yogyakarta,
diputuskan untuk membentuk Ikatan Pelajar Muhammadiyah (Keputusan ll/No. 4).
Keputusan tersebut antara lain sebagai berikut:
1.Muktamar
Pemuda Muhammadiyah meminta kepada
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majetis Pendidikan
dan Pengajaran supaya memberi kesempatan
dan menyerahkan kompetensi pembentukan
IPM kepada PP Pemuda Muhammadiyah.
2.Muktamar
Pemuda Muhammadiyah meng amanatkan kepada PP Muhammadiyah untuk menyusun
konsepsi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dari pembahasan-pembahasan Muktamar
tersebut, selanjutnya untuk segera dilaksanakan setelah mencapai kesepakatan
pendapat dengan Majetis Pendidikan dan
Pengajaran PP Muhammadiyah .
Kata sepakat akhirnya tercapai antara Pimpinan Pusat Pemuda
Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majetis Pendidikan dan
Pengajaran tentang pembentukan organisasi pelajar Muhammadiyah. Kesepakatan
tersebut dicapai pada tanggal 15 Juni 1961 yang ditandatangani bersama antara
Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah
MajetisPendidikan dan Pengajaran.
Rencana pendirian IPM tersebut kemudian dimatangkan tagi dalam Konferensi
Pemuda Muhammadiyah di Surakarta tanggal 18 20 Juli 1961. Akhirnya, secara
nasional, metalui forum tersebut IPM resmi berdiri dengan penetapan tanggal 18
Juli 1961 sebagai hari kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Berkembangnya
IPM menghasilkan perluasan jaringan yang bisa menjangkau seluruh sekolah
Muhammadiyah di Indonesia. Pimpinan IPM tingkat ranting didirikan di setiap
sekolah Muhammadiyah. Berdirinya IPM di sekolah-sekolah Muhammadiyah ini
ternyata kemudian menimbulkan kontradiksi dengan kebijakan pemerintah Orde Baru
di dalam UU Keormasan yang menyatakan, bahwa satu- satunya organisasi pelajar
di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia hanyalah Organisasi Siswa
intra-Sekolah (OSIS). Padahal, di sekolah-sekolah
Muhammadiyah
sudah terdapat organisasi pelajar Muhammadiyah, yaitu IPM. Dengan demikian, ada
dualisme organisasi pelajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Dualisme itu
menimbulkan ketegangan. IPM harus merubah namanya untuk tidak menggunakan kata
"Pelajar". Dan ketegangan yang cukup signifikan terjadi ketika
Muktamar IPM tahun 1989 yang rencananya dilangsungkan di Medan batal
diselenggarakan dan tidak jelas statusnya karena tidak mendapat ijin
penyelenggaraan dari pemerintah, atas nama UU Keormasan.
Situasi
tidak menentu bagi eksistensi IPM berlanjut selama kurang lebih tiga tahun
kemudian. Ketidakjelasan status dan eksistensi yang tidak menguntungkan itu
akhirnya mencapai klimaknya pada saat Konferensi Pimpinan Wilayah IPM tahun
1992 di Yogyakarta, dimana Menteri Pemuda dan Olahraga saat itu (Akbar Tanjung)
berkenan menghadiri Konpiwil secara khusus dan secara implisit menyampaikan
kebijakan pemerintah kepada IPM, agar IPM melakukan penyesuaian dengan
kebijakan pemerintah. Menyikapi himbauan pemerintah tersebut, akhirnya Pimpinan
Pusat IPM membentuk Tim Eksistensi yang bertugas untuk menyelesaikan
permasalahan ini. Setelah dilakukan pengkajian intensif, Tim Eksistensi ini
merekomendasikan perubahan nama dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan
Remaja Muhammadiyah.
Perubahan
ini bisa jadi merupakan sebuah peristiwa yang tragis dalam sejarah organisasi,
karena perubahannya mengandung unsur-unsur kooptasi dari pemerintah. Bahkan ada
yang menganggap bahwa IPM tidak memiliki jiwa heroism sebagaimana yang dimiliki
oleh Pelajar Islam Indonesia yang tetap tidak mau mengakui Pancasila sebagai
satu-satunya asas organisasinya dan tidak mau mengganti kata Pelajar dari nama organisasinya, sambil menerima
konsekuensi tidak diakui keberadaannya oleh Pemerintah Orde Baru.
Namun,
sesungguhnya perubahan nama tersebut, jika ditimbang-timbang, merupakan
blessing in disguise (rahmat tersembunyi). Perubahan nama dari IPM ke IRM
sebenarnya berpetuang semakin mempertuas jaringan dan jangkauan organisasi ini
yang tidak hanya menjangkau pelajar, tetapi juga basis remaja yang lain,
seperti kalangan remaja santri, remaja masjid, remaja kampung, dan lain-lain.
Dengan demikian,lRM memiliki jangkauan garapan yang lebih luas yakni remaja.
IRM dengan garapan yang luas tersebut mempunyai tantangan yang berat karena
tanggung jawab moral yang semakin besar.
Gerakan
IRM dituntut untuk dapat menjawab persoalan-persoalan keremajaan yang semakin
kompleks di tengah dinamika masyarakat yang selatu mengalami perubahan.
Keputusan pergantian nama ini tertuang dalam SK Pimpinan Pusat IPM Nomor
Vl/PP.lPM/1992, yang selanjutnya disahkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada
18 Nopember 1992 metalui SK PP Muhammadiyah Nomor 53/SK-PP/IV.B/1.b/ 1992
tentang pergantian nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja
Muhammadiyah. Dengan demikian, secara resmi perubahan IPM menjadi IRM adalah
sejak tanggal 18 Nopember 1992.
Reformasi
yang terjadi di Indonesia tahun 1998 yang berhasil meruntuhkan pemerintah Orde
Baru kemudian mendasari para aktivis IRM untuk memikirkan perubahan kembali
nama organisasi menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Keinginan untuk
mengembalikan nama dari IRM menjadi IPM muncut pertama kali pada Muktamar XII
di Jakarta tahun 2000. Pada setiap permusyawaratan Muktamar setanjutnya pun,
dialektika pengembalian nama terus bergulir seperti "bola liar" tanpa
titik terang. Barulah titik terang itu sedikit demi sedikit muncul pada Muktamar
XV IRM di Medan tahun 2006. Pada Muktamar kali ini dibentuk "Tim
Eksistensi IRM" guna mengkaji basis massa IRM yang nantinya akan berakibat
pada kemungkinan perubahan nama.
Keputusannya
IRM kembali menjadi IPM. PP Muhammadiyah akhirnya mendukung keputusan perubahan
nama itu dengan mengeluarkan SK
nomenklatur tentang perubahan nama dari Ikatan Remaja Muhammadiyah menjadi
Ikatan Pelajar Muhammadiyah atas dasar rekomendasi Tanwir Muhammadiyah di
Yogyakarta tahun 2007. Walaupun sudah ada SK nomenklatur, namun di internal IRM
masih mengalami gejotak antara pro dan kontra atas keputusan perubahan nama tersebut.
Selanjutnya, Pimpinan Pusat IRM mengadakan
konsolidasi dengan seluruh Pimpinan Wilayah IRM se-Indonesia di Jakarta, Juli
2007, untuk membicarakan tentang SK nomenklatur. Pada kesempatan itu, hadir PP
Muhammadiyah untuk menjelaskan perihal SK tersebut. Pada akhir sidang, setelah
metalui proses yang cukup panjang, forum memutuskan bahwa IRM akan berganti
nama menjadi IPM, tetapi perubahan nama itu secara resmi dilaksanakan pada saat
Muktamar XVI IRM 2008 di Solo. Konsolidasi gerakan diperkuat lagi pada Konferensi
Pimpinan Wilayah (Konpiwil) IRM di Makassar, 26-29 Januari 2008 (sebelum
Muktamar XVI di Solo) untuk menata konstitusi baru IPM. Maka dari itu, nama IPM
disyahkan secara resmi pada tanggal 28 Oktober 2008 di Solo.
MAKNA LAMBANG IPM
Makna Lambang IPM adalah:
- Bentuk segi lima perisai, runcing dibawah merupakan deformasi bentuk pena.
- Warna kuning berarti keagungan dan ketuhanan; putih berarti kesucian; merah berarti keberanian, Warna hijau menunjukan agar ilmu yang didapatkan dapat mempertebal iman.
- Gambar matahari yang berwarna kuning yang menunjukan bahwa IPM adalah keluarga besar Muhammadiyah.
- Di tengah bulatan matahari terdapat gambar buku berarti pengetahuan. Atau bisa juga berarti Al-Qur’an yang suci (putih).
- Di bawah bulatan matahari terdapat tulisan ayat Al-quran, surat Al Qalam ayat 1 yang berbunyi “Nuun Walqalami Wamaa Yasthuruun” (dalam tulisan arab). Artinya: Nuun, Demi pena dan apa yang dituliskannya.
- Tulisan Al-Quran tersebut ditulis dengan menggunakan huruf Arab, warna hitam dan merupakan semboyan IPM. Huruf IPM berwarna merah dengan kontur hitam. Merah berarti berani serta aktif menyampaikan dakwah Islam karena IPM mengemban tugas sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.
MARS IPM
Komentar
Posting Komentar