Materi Akhlaq Kelas 5 - Adab Berpakaian
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan” (QS. Al A’raf: 32)Dan Islam juga menuntunkan beberapa adab dalam berpakaian untuk kebaikan dan kemaslahatan manusia dalam berpakaian. Diantaranya kami jelaskan pada pemaparan singkat berikut ini.
Adab Umum Dalam Berpakaian
1. Gunakan pakaian yang halal
Hendaknya pakaian yang digunakan halal bahannya, juga halal cara mendapatkannya serta halal harta yang digunakan untuk mendapatkan pakaian tersebut. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أَيُّهَا
النَّاسُ، إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ
اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ:
{يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا،
إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ
يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ،
يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ،
وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ
لِذَلِكَ؟
“Wahai
manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang
baik. Sesungguhnya apa yang Allah perintahkan kepada orang mukmin itu
sama sebagaimana yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala
berfirman, ‘Wahai para Rasul, makanlah makanan yang baik dan kerjakanlah
amalan shalih’ (QS. Al Mu’min: 51). Alla Ta’ala berfirman, ‘Wahai
orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik yang telah Kami
berikan kepadamu’ (QS. Al Baqarah: 172). Lalu Nabi menyebutkan cerita
seorang lelaki yang telah menempuh perjalanan panjang, hingga sehingga
rambutnya kusut dan berdebu. Ia menengadahkan tangannya ke langit dan
berkata: ‘Wahai Rabb-ku.. Wahai Rabb-ku..’ padahal makanannya haram,
minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dari yang haram.
Bagaimana mungkin doanya dikabulkan?” (HR. Muslim no 1015).Ibnu Daqiq Al Id rahimahullah menjelaskan:
وفيه
الحث على الإنفاق من الحلال، والنهي عن الإنفاق من غيره، وأن المأكول
والمشروب والملبوس ونحوهما ينبغي أن يكون حلالًا خالصًا لا شبهة فيه
“Dalam
hadits ini terdapat motivasi untuk berinfaq dengan harta yang halal. Dan
terdapat larangan untuk berinfaq dengan harta yang tidak halal. Dan
bahwasanya makanan, minuman serta pakaian hendaknya dari yang halal 100%
tidak ada syubhat di dalamnya” (Syarah Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 42).
2. Tidak menyerupai lawan jenis
Tidak diperbolehkan menyerupai lawan jenis dalam bertingkah-laku, berkata-kata, dan dalam semua perkara demikian juga dalam hal berpakaian. Laki-laki tidak boleh menyerupai wanita, demikian juga sebaliknya. Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:
لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ
مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ
بِالرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan para wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari no. 5885).
Dalam riwayat lain dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhu, ia berkata:
لَعَنَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنَّثِينَ مِنْ
الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنْ النِّسَاءِ وَقَالَ أَخْرِجُوهُمْ
مِنْ بُيُوتِكُمْ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
melaknat laki-laki yang kebanci-bancian dan para wanita yang
kelaki-lakian”. Dan Nabi juga bersabda: “keluarkanlah mereka dari
rumah-rumah kalian!” (HR. Bukhari no. 5886).Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
ثلاثةٌ لا يَدخلُونَ الجنةَ: العاقُّ لِوالِدَيْهِ ، و الدَّيُّوثُ ، ورَجِلَةُ النِّساءِ
“Tidak masuk surga orang yang durhaka terhadap orang tuanya, ad dayyuts, dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Al Baihaqi dalam Al Kubra 10/226, Ibnu Khuzaimah dalam At Tauhid 861/2, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’, 3063).Maka hendaknya para lelaki gunakan pakaian yang dikenal sebagai pakaian lelaki, demikian juga wanita hendaknya gunakan pakaian yang dikenal sebagai pakaian wanita.
3. Memulai dari sebelah kanan
Hendaknya memulai memakai pakaian dari sebelah kanan. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ’anha, ia berkata:
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُعْجِبُهُ
التَّيَمُّنُ فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ فِي شَأْنِهِ
كُلِّهِ
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam membiasakan diri mendahulukan yang kanan dalam memakai sandal, menyisir, bersuci dan dalam setiap urusannya” (HR. Bukhari no. 168).
4. Tidak menyerupai pakaian orang kafir
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من تشبه بقوم فهو منهم
“Orang yang menyerupai suatu kaum, seolah ia bagian dari kaum tersebut” (HR.
Abu Daud, 4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, di
shahihkan oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1/152).
Disebut menyerupai orang kafir jika
suatu pakaian menjadi ciri khas orang kafir. Adapun pakaian yang sudah
menjadi budaya keumuman orang, tidak menjadi ciri khas orang kafir, maka
tidak disebut menyerupai orang kafir walaupun berasal dari orang kafir.5. Bukan merupakan pakaian ketenaran
Hendaknya pakaian yang digunakan bukan pakaian yang termasuk libas syuhrah. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Siapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, maka Allah akan memberinya pakaian hina pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud no.4029, An An Nasai dalam Sunan Al-Kubra no,9560, dan dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami no.2089).
Asy Syaukani menjelaskan:
والحديث
يدل على تحريم لبس ثوب الشهرة، وليس هذا الحديث مختصاً بنفس الثياب، بل قد
يحصل ذلك لمن يلبس ثوباً يخالف ملبوس الناس من الفقراء ليراه الناس
فيتعجبوا من لباسه ويعتقدوه. قاله ابن رسلان. وإذا كان اللبس لقصد الاشتهار
في الناس، فلا فرق بين رفيع الثياب ووضيعها، والموافق لملبوس الناس
والمخالف. لأن التحريم يدور مع الاشتهار
“Hadits ini
menunjukkan haramnya memakai pakaian syuhrah. Dan hadits ini tidak
melarang suatu jenis pakaian, namun efek yang terjadi ketika memakai
suatu pakaian tertentu yang berbeda dengan keumuman masyarakat yang
miskin, sehingga yang memakai pakai tersebut dikagumi orang-orang. Ini
pendapat Ibnu Ruslan. Dan juga pakaian yang dipakai dengan niat agar
tenar di tengah masyarakat. Maka bukan perkaranya apakah pakaian itu
sangat bagus atau sangat jelek, ataukah sesuai dengan budaya masyarakat
ataukah tidak, karena pengharaman ini selama menimbulkan efek ketenaran”
(Dinukil dari Mukhtashar Jilbab Mar’ah Muslimah, 1/65).
Baca Juga: Hukum Menyetrika Dengan Pewangi Pakaian6. Doa memakai pakaian
Hendaknya ketika memakai pakaian membaca doa berikut:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى كَسَانِى هَذَا الثَّوْبَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ
Alhamdulillahilladzi kasaaniy hadzats tsauba wa rozaqonihi min ghoiri hawlin minniy wa laa quwwah
“Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pakaian ini kepadaku sebagai rezeki dari-Nya tanpa daya dan kekuatan dariku. (HR. Abu Daud no. 4023. Dihasankan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)Alhamdulillahilladzi kasaaniy hadzats tsauba wa rozaqonihi min ghoiri hawlin minniy wa laa quwwah
Adab-Adab Khusus Bagi Wanita
1. Menutup aurat wanita
Allah Ta’ala berfirman:
يَآأَيُّهَا
النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ
فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Hai Nabi katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min:
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Ahzab: 59).Allah Ta’ala juga berfirman:
وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَايُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ
“Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An Nur: 31).
Ulama Hambali dan Syafi’i berpendapat
dari ayat di atas bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh. Sedangkan
ulama Maliki dan Hanafi berpendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh
tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Berdasarkan hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu‘anha, beliau berkata,
أَنَّ
أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ
عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا
أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ
يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam dengan memakai pakaian yang tipis. Maka Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam pun berpaling darinya dan bersabda, “Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya. (HR. Abu Daud 4140, dalam Al Irwa [6/203] Al Albani berkata: “hasan dengan keseluruhan jalannya”).
Sehingga dari sini kita ketahui bahwa :Maka tidak boleh ditampakkan.
* Kaki juga termasuk aurat
* Lengan juga termasuk aurat
* Leher juga termasuk aurat
* Rambut juga termasuk aurat
Dan menampakkan aurat dengan sengaja termasuk tabarruj, sehingga ia merupakan dosa besar. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada Umaimah bintu Ruqayyah radhiyallahu ‘anha:
أُبَايِعُكِ
عَلَى أَنْ لَا تُشْرِكِي بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلَا تَسْرِقِي، وَلَا
تَزْنِي، وَلَا تَقْتُلِي وَلَدَكِ، وَلَا تَأْتِي بِبُهْتَانٍ
تَفْتَرِينَهُ بَيْنَ يَدَيْكِ وَرِجْلَيْكِ، وَلَا تَنُوحِي، وَلَا
تَبَرَّجِي تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Aku
membai’atmu untuk tidak berbuat syirik kepada Allah, tidak mencuri,
tidak membunuh anakmu, tidak membuat fitnah (tuduhan palsu), tidak
meratap, tidak ber-tabarruj seperti wanita Jahiliyah terdahulu” (HR. Ahmad 6850, dihasankan oleh Al Albani dalam Jilbab Mar’ah Muslimah hal. 121).
Syaikh Sa’id bin Ali al Qahthani mengatakan: “renungkanlah, dalam hadits ini tabarruj digandengkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dengan dosa-dosa yang besar” (Izh-harul Haq wa Shawab fii Hukmil Hijab, 1/315).Allah Ta’ala juga berfirman:
وَإِذَا
فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ
أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ
“Dan jika
mereka melakukan fahisyah (perbuatan nista), mereka mengatakan: kami
mendapati dahulu kakek-moyang kami melakukannya, dan Allah pun
memerintahkannya. Maka katakanlah: sesungguhnya Allah tidak pernah
memerintahkan perbuatan nista” (QS. Al A’raf: 28).
Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan: “Allah Ta’ala
menamai perbuatan membuka aurat sebagai fahisyah (perbuatan nista).
[kemudian beliau menukil ayat di atas]. Ayat ini menceritakan tentang
orang Jahiliyah dahulu thawaf dalam keadaan membuka aurat mereka dan
mereka menganggap itu bagian dari agama” (Al Mulakhas Al Fiqhi, 1/108).2. Tidak berfungsi sebagai perhiasan
Busana wanita Muslimah hendaknya tidak menjadi perhiasan, yang memperindah wanita yang memakainya di depan para lelaki, sehingga menimbulkan fitnah bagi mereka. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
“Janganlah mereka menampakan perhiasan mereka.” (QS. An-Nur:31).
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta’ ditanya: “Bolehkah wanita menggunakan busana yang bercorak-corak?”. Mereka menjawab:
لا يجوز للمرأة أن تخرج بثوب مزخرف يلفت الأنظار؛ لأن ذلك مما يغري بها الرجال، ويفتنهم عن دينهم، وقد يعرضها لانتهاك حرمتها
“Tidak
diperbolehkan wanita menggunakan busana yang bercorak yang bisa membuat
mata lelaki tertarik. Karena busana demikian diantara yang bisa membuat
lelaki tergoda dan terfitnah. Dan terkadang membuat seorang wanita
dilanggar kehormatannya”.
Al Alusi dalam Ruhul Ma’ani mengatakan:
ثم
اعلم أن عندي مما يلحق بالزينة المنهي عن إبدائها: ما يلبسه أكثر مترفات
النساء في زماننا فوق ثيابهن ويتسترن به إذا خرجن من بيوتهن، وهو غطاء
منسوج من حرير ذي عدة ألوان وفيه من النقوش الذهبية أو الفضية ما يبهر
العيون، وأرى أن تمكين أزواجهن ونحوهم لهن من الخروج بذلك ومشيهن به بين
الأجانب من قلة الغيرة، وقد عمت البلوى بذلك
“Kemudian
ketahuilah, saya ingin memperingatkan diantara perhiasan yang terlarang
untuk ditampakkan wanita adalah: apa yang banyak digunakan wanita-wanita
glamor di zaman ini, yang digunakan di atas busananya, yang mereka
kenakan ketika keluar rumah. Yaitu kerudung tenunan dari sutra yang
berwarna-warni yang terdapa ukiran-ukiran warna emas dan perak yang
sangat mempesona mata orang-orang. Dan saya memandang, seorang kepala
keluarga yang membiarkan istri-istri mereka dan wanita anggota
keluarganya keluar rumah dengan busana demikian dan berjalan bersama
lelaki ajnabi (non mahram) itu adalah bentuk qillatul ghirah (minimnya
rasa cemburu). Dan perkara seperti ini sudah terlanjur umum terjadi
masyarakat”.
3. Kainnya tebal tidak tipis dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh
Busana Muslimah hendaknya tebal dan tidak tipis serta tidak memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh. Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:
كساني
رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قبطية كثيفة كانت مما أهدى له دِحْيَةُ
الكلبي فكسوتها امرأتي، فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : مالك لا
تلبس القبطية؟ فقلت: يا رسول الله! كسوتها امرأتي، فقال: مرها أن تجعل
تحتها غلالة فإني أخاف أن تصف حجم عظامها
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
pernah memakaikanku baju Quthbiyyah yang tebal. Baju tersebut dulu
dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau. Lalu aku memakaikan baju
itu kepada istriku. Suatu kala Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
menanyakanku: ‘Kenapa baju Quthbiyyah-nya tidak engkau pakai?’.
Kujawab: ‘Baju tersebut kupakaikan pada istriku wahai Rasulullah’.
Beliau berkata: ‘Suruh ia memakai baju rangkap di dalamnya karena aku
khawatir Quthbiyyah itu menggambarkan bentuk tulangnya’” (HR. Dhiya Al Maqdisi dalam Al Mukhtar 1/441, dihasankan oleh Al Albani)
Dalam hadits ini Rasulullah
memperingatkan Usamah agar jangan sampai bentuk tulang istrinya Usamah
terlihat ketika memakai pakaian. Maka menunjukkan tidak boleh
menampakkan bentuk lekuk-lekuk tubuh wanita. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
صنفان
من أهل النار لم أرهما: قوم معهم سياط كأذناب البقر يضربون بها الناس،
ونساء كاسيات عاريات، مائلات مميلات، رؤوسهن كأسنمة البخت المائلة، لا
يدخلن الجنة، ولا يجدن ريحها، وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا
“Ada dua golongan dari umatku yang
belum pernah aku lihat: (1) suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor
sapi yang digunakan untuk memukul orang-orang dan (2) para wanita yang
berpakaian tapi telanjang, mereka berlenggak-lenggok, kepala mereka
seperti punuk unta yang miring (seperti benjolan). Mereka itu tidak
masuk surga dan tidak akan mencium wanginya, walaupun wanginya surga
tercium sejauh jarak perjalanan sekian dan sekian” (HR. Muslim dalam bab al libas waz zinah no. 2128).Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin mengatakan:
كَاسِيَاتٌ
عَارِيَاتٌ “قَدْ فُسِّرَ قَوْلُهُ: بِأَنَّهُنَّ يَلْبَسْنَ أَلْبسَةَ
قَصِيْرَةً، لَا تَسْتَرِ مَا يُجِبُّ سترَهُ مِنَ الْعَوْرَةِ، وَفَسَّرَ:
بِأَنَّهُنَّ يَلْبَسْنَ أَلْبسَةَ خَفِيْفَةً لَا تَمْنَعُ مِنْ رُؤْيَةِ
مَا وَرَاءَهَا مِنْ بَشْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَفَسَّرَت : بِأَنْ
يَلْبَسْنَ مَلَابِسَ ضيقة، فَهِيَ سَاتِرَةٌ عَنِ الرُّؤْيَةِ، لَكِنَّهَا
مبدية لمفاتن
“Para ulama
menjelaskan [wanita yang berpakaian tapi telanjang] adalah wanita yang
menggunakan pakaian yang pendek yang tidak menutupi aurat. Sebagian
ulama menafsirkan, mereka yang menggunakan pakaian yang tipis yang tidak
menghalangi terlihatnya apa yang ada di baliknya yaitu kulit wanita.
Sebagian ulama menafsirkan, mereka yang menggunakan pakaian yang ketat,
ia menutupi aurat namun memperlihatkan lekuk tubuh wanita yang
memfitnah.” (Fatawa Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, 2/825).
4. Tidak diberi pewangi atau parfum
Wanita tidak boleh memakai parfum atau wewangian yang bisa tercium oleh para lelaki. Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Perempuan
mana saja yang mengenakan wewangian lalu melewati sekumpulan laki-laki,
sehingga mereka mencium wangi harumnya maka ia adalah seorang pezina.” (HR. Abu Daud no.4173, Tirmidzi no. 2786. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no.323).
5. Lebar dan longgar
Dari Ummu ‘Athiyyah radhiyallahu ’anha, ia mengatakan:
أمرنا
رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نخرج ذوات الخدور يوم العيد قيل فالحيض
قال ليشهدن الخير ودعوة المسلمين قال فقالت امرأة يا رسول الله إن لم يكن
لإحداهن ثوب كيف تصنع قال تلبسها صاحبتها طائفة من ثوبها
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
memerintahkan wanita yang dipingit (juga wanita yang haid) pada hari
Ied, untuk menyaksikan kebaikan dan seruan kaum muslimin. Kemudian
seorang wanita berkata: ‘Wahai Rasulullah jika diantara kami ada yang
tidak memiliki pakaian, lalu bagaimana?’. Rasulullah bersabda:
‘Hendaknya temannya memakaikan sebagian pakaiannya‘” (HR. Abu Daud, no.1136. Dishahihkan Al Albani di Shahih Abi Daud).
Faidah hadits ini, jilbab wanita muslimah itu semestinya lebar. Sebagaimana kata Syaikh Ibnu Jibriin rahimahullah:
فهو يدل على أن الجلباب رداء واسع قد يستر المرأتين جميعًا
“Hadits ini
menunjukkan bahwa jilbab itu berupa rida’ yang lebar, saking lebarnya
terkadang bisa cukup untuk menutupi dua orang wanita sekaligus”.
Adab Khusus Bagi Laki-Laki
1. Menutup aurat
Dan batasan aurat lelaki adalah dari pusar hingga lutut. Berdasarkan hadits:
أسفلِ السُّرَّةِ وفوقَ الركبتينِ من العورةِ
“Yang dibawah pusar dan di atas kedua lutut adalah aurat” (HR. Al Baihaqi, 3362, Ad Daruquthni 1/231, dan yang lainnya).
Dan hadits semisal ini banyak sekali, namun semuanya tidak lepas dari kelemahan. Namun demikian isinya diamalkan oleh para ulama. Bahkan Al Albani mengatakan:
Dan hadits semisal ini banyak sekali, namun semuanya tidak lepas dari kelemahan. Namun demikian isinya diamalkan oleh para ulama. Bahkan Al Albani mengatakan:
وهي
وإن كانت أسانيدها كلها لا تخلو من ضعف …. فإن بعضها يقوي بعضاً ، لأنه
ليس فيهم متهم ، بل عللها تدور بين الاضطراب والجهالة والضعف المحتمل ،
فمثلها مما يطمئن القلب لصحة الحديث المروي بها
“Hadits-hadits
tentang batasan aurat ini walaupun semuanya tidak lepas dari kelemahan,
namun sebagiannya menguatkan sebagian yang lain. Karena di dalamnya
tidak ada perawi yang muttaham (tertuduh pendusta). Bahkan cacat yang
ada hanya seputar idhthirab, jahalah dan kelemahan yang muhtamal. Maka
hadits-hadits yang semisal ini termasuk hadits yang menenangkan hati
untuk dikatakan hadits yang shahih” (Irwaul Ghalil, 1/297).
Maka lelaki tidak boleh menggunakan celana pendek yang memperlihatkan bagian pahanya.2. Tidak memakai emas
Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أُحلَّ الذهبُ والحريرُ لإناثِ أُمتي، وحُرِّم على ذكورِها
“Dihalalkan emas dan sutra bagi wanita dari kalangan umatku, dan diharamkan bagi kaum laki-lakinya” (HR. An Nasa’i no. 5163, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa’i).
Maka tidak diperbolehkan lelaki
menggunakan emas dalam bentuk apapun, baik cincin, kancing baju, pakaian
berbahan emas, bagde, atau semisalnya.3. Tidak memakai sutra
Laki-laki Muslim dilarang menggunakan pakaian dari sutra. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَن لبِس الحريرَ في الدُّنيا لم يلبَسْه في الآخرةِ وإنْ دخَل الجنَّةَ لبِسه أهلُ الجنَّةِ ولم يلبَسْه هو
“Barangsiapa
yang memakai pakaian dari sutra di dunia, dia tidak akan memakainya di
akhirat. Walaupun ia masuk surga dan penduduk surga yang lain
memakainya, namun ia tidak memakainya” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, no. 5437, dishahihkan oleh Al Aini dalam Nukhabul Afkar 13/277).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memberikan kelonggaran bagi laki-laki untuk menggunakan sutra dalam pengobatan. Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu beliau berkata:
رَخَّصَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي لُبْسِ الْحَرِيرِ لِحِكَّةٍ بِهِمَا
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memberikan kelonggaran untuk Zubair dan Abdurrahman untuk memakai sutra karena penyakit gatal yang mereka derita” (HR. Bukhari no. 5839, Muslim no. 2076).
Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan:
قَالَ
الطَّبَرِيُّ : فِيهِ دَلَالَة عَلَى أَنَّ النَّهْي عَنْ لُبْس الْحَرِير
لَا يَدْخُل فِيهِ مَنْ كَانَتْ بِهِ عِلَّة يُخَفِّفهَا لُبْس الْحَرِير
“Ath Thabari menjelaskan: dalam hadits ini terdapat dalil bahwa larangan menggunakan sutra tidak termasuk di dalamnya orang yang memiliki penyakit yang bisa diringankan dengam memakai sutra” (Fathul Baari, 16/400).
“Ath Thabari menjelaskan: dalam hadits ini terdapat dalil bahwa larangan menggunakan sutra tidak termasuk di dalamnya orang yang memiliki penyakit yang bisa diringankan dengam memakai sutra” (Fathul Baari, 16/400).
4. Hendaknya tidak isbal
Isbal artinya menggunakan pakaian yang panjangnya melebihi mata kaki, baik itu celana, sarung, jubah dan semisalnya. Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار
“Kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka” (HR. Bukhari no.5787).
Beliau juga bersabda:
لا ينظر الله يوم القيامة إلى من جر إزاره بطراً
“Pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan memandang orang yang menyeret kainnya karena sombong” (HR. Bukhari no.5788)
Jumhur
ulama berpendapat bahwa jika isbal bukan karena sombong, maka tidak
haram. Namun semua ulama sepakat, bahwa menjauhi isbal itu lebih baik
dan lebih bertaqwa. Sebagaimana riwayat dari Ubaid bin Khalid Al
Maharibi radhiallahu’anhu, ia berkata:
بَيْنا
أنا أمشي بالمدينةِ إذا إنسانٌ خلفي يقولُ : ارفعْ إزارَكَ، فإنَّهُ أتَقى
، فإذا هو رسولُ اللهِ ،فقلْتُ: يا رسولَ اللهِ إِنَّما هيَ بُرْدَةٌ
مَلْحاءُ، قال: : أَما لكَ فِيَّ أُسْوَةٌ . فنظرْتُ فإذا إِزارُهُ إلى
نصفِ ساقيْهِ
“Ketika aku
berjalan di Madinah, tiba-tiba ada seseorang di belakangku yang
mengatakan: ‘Angkat sarungmu! Karena itu lebih bertaqwa’. Ternyata itu
adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku pun berkata: ‘Wahai
Rasulullah, ini hanyalah kain burdah malhaa’. Rasulullah menjawab:
‘Bukankah aku adalah teladan bagimu?’. Lalu aku melihat sarung
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, ternyata sarung beliau hanya sampai pertengahan betis” (HR. At Tirmidzi dalam Syamail Muhammadiyah no. 121, dishahihkan Al Albani dalam Mukhtashar Asy Syamail, no. 97).
Dan pendapatt yang rajih, isbal itu hukumnya haram meskipun tanpa
bermaksud sombong. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
mengingkari para sahabat yang isbal walaupun alasannya bukan untuk
sombong. Dari Asy Syarid ia berkata,
أَبْصَرَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا يَجُرُّ
إِزَارَهُ ، فَأَسْرَعَ إِلَيْهِ أَوْ : هَرْوَلَ ، فَقَالَ : ” ارْفَعْ
إِزَارَكَ ، وَاتَّقِ اللَّهَ ” ، قَالَ : إِنِّي أَحْنَفُ ، تَصْطَكُّ
رُكْبَتَايَ ، فَقَالَ : ” ارْفَعْ إِزَارَكَ ، فَإِنَّ كُلَّ خَلْقِ
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَسَنٌ ” ، فَمَا رُئِيَ ذَلِكَ الرَّجُلُ بَعْدُ
إِلَّا إِزَارُهُ يُصِيبُ أَنْصَافَ سَاقَيْهِ ، أَوْ : إِلَى أَنْصَافِ
سَاقَيْهِ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melihat seorang
laki-laki yang pakaiannya terseret sampai ke tanah, kemudian Rasulullah
bersegera (atau berlari) mengejarnya. Kemudian beliau bersabda:“angkat pakaianmu, dan bertaqwalah kepada Allah“. Lelaki itu berkata: “kaki saya bengkok, lutut saya tidak stabil ketika berjalan”. Nabi bersabda: “angkat pakaianmu, sesungguhnya semua ciptaan Allah Azza Wa Jalla itu baik”.
Sejak itu tidaklah lelaki tersebut terlihat kecuali pasti kainnya di atas pertengahan betis, atau di pertengahan betis” (HR. Ahmad mencatat sebuah riwayat dalam Musnad-nya [4 / 390], dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 3/427).
Komentar
Posting Komentar